Uang kertas dan batu kerikil (motivasi)

Tuesday, October 4, 2016


Pernah dengar cerita tukang bangunan yang dipanggil mandornya dari atas?
Buat yang belum, kurang lebih  beginilah ceritanya (gaya presenter tv tayangan misteri) :

Seorang mandor bangunan yang berada di lantai 5 ingin memanggil pekerjanya yang lagi bekerja di bawah. Setelah sang mandor berkali-kali berteriak memanggil, si pekerja tidak dapat mendengar karena fokus pada pekerjaan dan suara berisik alat bangunan. Sang mandor terus berusaha agar si pekerja mau menoleh ke atas, dilemparnya lembar uang Rp. 1.000 yang jatuh tepat di sebelah si pekerja. Si pekerja hanya  memungut uang Rp 1.000 tersebut dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Sang mandor akhirnya melemparkan lembar uang Rp 100.000 dan berharap si pekerja mau menengadah "sebentar saja" ke atas. Akan tetapi si pekerja hanya lompat kegirangan karena menemukan Rp 100.000 dan kembali lagi asyik bekerja. Pada akhirnya sang mandor melemparkan batu kecil yang tepat mengenai kepala si pekerja. Merasa kesakitan akhirnya si pekerja baru mau menoleh ke atas dan dapat berkomunikasi dengan sang mandor.



Dari cerita diatas tersebut ada pesan moral tentang kehidupan manusia. Yaitu ketika manusia diberikan kesenangan oleh Tuhan, mereka tak mau menoleh atau berkomunikasi (dalam artian berdoa) kepada sang Maha pemberi rejeki. Namun ketika diberi musibah, baru ia melakukan hal tesebut.

Sebenarnya kisah tersebut bukan sekedar menginspirasi agar kita selalu ingat kepada Tuhan, tapi kisah diatas dapat menginspirasi kita dalam hal menulis. Terkadang disaat kita sedang belajar menulis, kita sering memberikan naskah kita kepada teman untuk dibaca. Lalu kita selalu mengiringinya dengan kalimat, “tolong komentarnya yaa. Masukannya ditunggu!”

Kebanyakan dari teman kita pasti akan berkata, “Ceritanya bagus. Kamu bakat nih menjadi penulis.” Kalaupun ada koreksian, bukan koreksian yang menjelekkan cerita. Lebih kepada ending cerita yang diinginkan si pembaca. Perihal pujian ini sama halnya dengan cerita mandor yang memberikan uang Rp 1.000 dan Rp 100.000. Kita terlena dengan perkataan, “Tulisan kita bagus” sehingga melupakan hal-hal yang memicu kita untuk membuat naskah lebih baik.
Sedangkan disaat teman kita berkata dengan jujur tentang kekurangan naskah kita, kita sering mengelaknya. Kita selalu berkata bahwa ia beda selera dengan kita, sok pintar, sok tau, dsb. Reaksi kita terkadang beragam. Ada yang nangis sesegukan dibilang naskah tidak bagus, ada yang marah-marah dan ada juga yang cuek.

Padahal sesungguhnya disaat teman mengkritik naskah kita, disaat itulah krikil batu dilempar kepada kita. Reaksi menangis, marah dan sebagainya adalah reaksi wajar, tapi jangan kita tinggalkan naskah kita. Melainkan kita cari ilmu, baik itu berguru kepada yang ahli ataupun mencari tahu sendiri hal-hal yang dapat memperbaiki naskah kita. Hal tersebut yang membuat kita sebagai penulis makin berkembang.

Seharusnya teman sepeti itulah yang baik. Teman yang mampu mengembangkan diri kita menjadi lebih baik. Tapi, perlu diingat juga untuk teman yang mengkritik, mengkritik tetap ada etikanya. Contohnya seperti kisah mandor diasat. Ia tidak langsung memberikan krikil, melainkan lembaran uang terlebih dahulu. Begitupun disaat kita hendak mengoreksi naskah teman kita, jangan langsung mengutarakan kejelekan naskah tersebut. Ada baiknya mengawali dengan kelebihan-kelebihan naskah teman kita, baru dibelakang disisipi kritikan kita. Karena walau bagaimanapun yang namanya manusia itu tidak ada yang bisa langsung menerima kekurangannya, sekalipun ia tahu yang dikritik memang kelemahannya.

Semoga kita bisa saling mendukung teman-teman untuk menjadi penulis yang lebih baik. Kalaupun ada persaingan, bukanlah persaingan yang saling menjatuhkan. Ingatkan teman, jangan sampai terlena dengan lembaran Rp 1.000 atau Rp 100.000, namun jangan juga keseringan ditimpuk batu krikil. Kalau kata vetty vera “yang sedang-sedang saja” ^_^

Post a Comment

Aduuuh ma kasih yaaa komentarnya. Tapi mohon maaf, buat yang profilnya "unknown" langsung saya hapus. Semoga silaturahmi kita selalu terjaga walau lewat dumay. Selamat membaca tulisan yang lainnya ^_^