PULO GADUNG - Kami Terpisah Disini

Sunday, February 20, 2011



"Mba, aku haus," rengek Aldi, bocah kecil berusia 3 tahun.

"Sabar ya, Dek!" Risa merogoh sakunya seraya mengeluarkan uang kertas ribuan dan beberapa uang receh.

"Dua belas ribu rupiah... hmmm, ibu bilang ongkos dari sini ke rumah paman per orangnya 5000, kalau berdua berarti aku masih punya sisa uang 2000. Mungkin bisa beli air mineral." ucap Risa dalam hati.


"De, kamu pegang uang ini ya! Nanti kalau ada kondektur yang bertanya kamu kasih uang ini buat bayar bis ya!" ujar Risa memberikan 10 lembar uang seribuan.

"Mba Risa mau kemana?" tanya Aldi dengan suara cadel-nya.

"Mba mau beli minuman dulu. Kamu tunggu disini ya! Mba nggak jauh kok cuma disana," Risa menunjuk ke arah pedagang asongan yang berada di luar bis. Aldi menggukan kepalanya.

Risa pun turun dari bis meninggalkan Aldi sendiri. Ia berjalan menghampiri pedagang asongan yang berada dibelakang bis dekat halte. Ternyata ia masih punya uang lebih. Risa pun sibuk memilih-milih permen hendak ia berikan kepada Aldi. "Aldi pasti suka,"pikirnya.  Setelah ia ketemu permen yang Aldi suka, ia langsung memberikan uangnya. Namun saat ia membalikkan badannya, ia tidak melihat bis yang tadi ia naiki, ada di belakangnya.

"Pak, bis yang tadi disni kemana ya?" tanya Risa mulai panik.

"Baru aja berangkat. Tuh dia!" ujar bapak-bapak yang duduk di dekat tempat bis terparkir, sambil menunjuk ke arah Bis yang sudah melaju dengan kencang.

"Ya Allah.... TUNGGU... TUNGGU...." teriak Risa.

Gadis berusia 12 tahun itu berlari sekuat tenaga mengejar bis yang ditunjuk oleh bapak tadi. Namun sekuat apapun ia berlari, ia tak mampu untuk menghampiri bis tersebut. Dengan nafas yang terengah-engah, Risa jatuh bersimpuh. Dan airmatanya pun jatuh bercucuran. "Aldi.... Aldi... maafkan Mba, De.... Ya Allah lindungilah adikku!" hanya kalimat tersebut yang keluar dari bibirnya di sela isak tangisnya.

*****


2 hari kemudian
Adzan dzuhur berkumandang. Risa dengan keringat bercucuran, duduk melepas lelah di teras masjid. Ia mengeluarkan uang receh hasil kerjanya selama 2 hari menjadi kuli panggul dipasar dekat terminal Pulo Gadung.

"15.000. Cukup untuk sampai ke Depok. Aldi, tunggu Mba ya! Nanti setelah Mba bertemu dengan Le' Dirman, Mba akan mencarimu," airmata Risa kembali mengalir jika ia mengingat Aldi, adiknya. Ia tak sanggup membayangkan, bagaimana nasib adiknya itu. Ia hanya sanggup mengadukan semua kegelisahannya kepada Allah. Diseka airmatanya dan berjalan menuju tempat wudhu. Ia bertekad, hari ini ia akan pergi ke rumah pamannya.

Bersyukur ia masih memiliki catatan nomor telepon pamannya, walaupun ia harus menebak 2 nomor terakhir. Karena saat ia menemukan kertas bertuliskan nomor telepon pamannya, tangan Risa basah dengan airmata. Sehingga menghapus 2 nomor dibelakangnya.

Selesai sholat dzuhur, ia kembali ke wartel untuk kesekian kalinya.
"Nyoba lagi, Neng?" ucap ibu penjaga wartel.

"Iya, Bu." ucap Risa dengan senyum hormatnya yang khas.

"Ibu doain, kali eni ketemu ye, Neng." Doa ibu itu dengan iba.

"Amin.. Ma kasih, Bu." Risa pun kembali menekan tombol-tombol angka seperti yang tertera dalam kertas dan menerka-nerka 2 angka terakhir.

"Halo?"

"Halo Assalamu'alaikum, bisa bicara dengan le' Dirman?"

"Wah tidak ada yang namanya Dirman. Ada juga Parman." ujar suara diseberang sana dengan khas logat bataknya.

"Oh.. maaf, Bu salah sambung"

Klik...

77738...
Tuuut... tuuut... tuuut....

Klik..
"Halo?"

"Halo Assalamu'alaikum, bisa bicara dengan le' Dirman?"

"Maaf ini siapa ya?"

"Ini Risa, Pak. Saya mau bicara dengan le' Dirman. Ada?"

"Oh, Risa suaranya bagus. Sekarang Risa dimana?"

"Eh.. Risa di Pulo Gadung. Maaf ada nggak ya le' Dirman?"

"Ngapain cari le' Dirman sih? sama saya saja..."
Klik..

"uuggghhh... buang-buang uang saja." gerutu Risa dalam hati.

77738...
Tuuuut.... Tuuuut... Tuuut....
"Halo?"

"Halo.. Assalamu'alaikum, bisa bicara dengan le' Dirman?"

"Wa'alaikumussalam, dari siapa ini?"

"Dari Risa, Pak. Le' Dirman-nya ada?"

"Risa anaknya Sri Lastri?"

"Iya, Pak."

"Risaaa.... Ya Allah, Nak... ini le' Dirman, kamu ada dimana?"
Suara laki-laki diseberang sana membuat airmata Risa tak mampu lagi terbendung. Ya Allah, ternyata pengorbanannya berakhir hari ini, setelah ia menelepon hampir 100 nomor.

"Pak leeeee'... Risa sekarang ada di Pulo Gadung."

"Sama Siapa, Nak?"

"Sendiri, Le' "

"Aldi tidak diajak?"
Airmata Risa makin deras saat mendengar pertanyaan le' Dirman. Lalu dengan dada yang sesak, ia ceritakan semua kejadian yang ia alami.

"Ya Allah, Anakku. Pak le yang salah, Nak. Pak le' tidak datang menjemputmu saat ibumu meninggal, sehingga kamu harus datang kemari sendiri dan terpisah oleh adikmu. Maafkan pak le', Nak. Kamu tidur dimana selama 2 hari ini?"

"Di masjid, Le."

"Ya Allah... Kamu tunggu di Masjid saja ya. Nanti Pak Le' susul kesana. Tunggu disana ya! Jangan kemana-mana!" Le' Dirman ikut menangis saat mengucapkan kalimat tersebut dan bergegas mengambil lunci mobil untuk segera menjemput Risa.

****

2 hari yang lalu
"Mbaaaaa.... Mba Risaaaaa...." Aldi kecil berteriak dan menangis saat ia terbangun dari tidurnya. Ia terus menangis duduk di bangku bis, membuat seluruh mata penumpang menatapnya. Matanya mencari Risa yang tak berada disisinya.

"Mbaaaa... Mba Risaaaa... Aldi Hauuussss" teriaknya lagi sambil terus matanya mencari orang yang dipanggilnya. Tiba-tiba seorang ibu menghampiri Aldi. "Kamu sama siapa kemari, Nak?"

"Sama Mba Risa."

"Lalu Mba-mu mana?" Aldi hanya menggelengkan kepalanya. "Nda tau..." ujarnya masih dengan menangis. Sadar jika mba Risanya tidak datang-datang, tangis Aldi makin kencang.

Akhirnya ibu tersebut mengelus Aldi dan memberikan minuman.

"Sudah.. jangan nangis ya, Nak! Ikut ummi saja ya! Nanti kita cari, Mbamu," rayu ibu itu. Aldi pun perlahan menghentikan tangisnya. Dan kemudian bergelayut manja dalam gendongan seorang ibu berjilbab yang ramah.

****

Risa menghela nafas panjang setiap kali ia duduk di halte bis Pulo Gadung. Ia teringat atas peristiwa 13 tahun yang lalu. Ia teringat akan adiknya, Aldi. Kini halte tersebut menjadi halte transit sepulangnya ia dari kerja untuk kembali ke rumah Le' Dirman. Dan seperti sudah menjadi rutinitas, airmatanya pasti mengalir di pipinya. Menangisi kebodohannya waktu itu.

Rasanya seluruh Jakarta sudah di susuri oleh Risa dan Le' dirman untuk mencari Aldi. Namun hingga kini sedikitpu tak ia temukan tanda-tanda kehadiran Aldi. Mungkin kini hal tersebut makin susah bagi Risa untuk menemukan Aldi. Karena pastinya wajah Aldi makin berubah mengikuti usia. Sedangkan Risa hanya memiliki sobekan foto Aldi yang sedang digendong ibu. Foto ini aslinya foto komplit keluarganya. Hanya saja Risa merobeknya menjadi 2. Sebagian foto dirinya berdiri disamping bapak ia berikan kepada Aldi.

"Kamu simpan bagian yang ini ya, De. Dan Mba simpan foto kamu ini. Jangan sampai hilang ya! Nanti kalau kamu sudah besar taruh di dompet kamu atau simpan yang rapih. Karena kata ibu, hanya ini foto kenangan kita bersama bapak. Sekarang ibu juga sudah ga ada, kamu simpan kenangan aku dan bapak, sedangkan aku menyimpan kenangan kamu dan ibu. Ingat ya, jaga baik-baik!" pinta Risa sebelum ia berangkat ke Jakarta saat itu. Dan memasukkan foto milik Aldi kedalam saku baju Aldi. Sedangkan Aldi kecil hanya mengangguk saja.

"Mba, kenapa?" sapa seorang anak laki-laki berseragam SMA disebelahnya. Risa segera menghapus airmatanya. Ia tidak menyangka jika airmatanya menjadi pusat perhatian orang.

"Nggak pa pa kok, De."


"Nih, Aku punya tisu."

"Terima kasih." ucap Risa mengambil tisu yang diberikan anak SMA tersebut.

"Ditinggal pacar ya?" tebak anak tersebut sambil cengar-cengir. Risa hanya tersenyum mendengarnya.

"Belum pernah pacaran."

"Wuih.. masa sih, Mba? Kalau aku seumuran Mba, pasti Mba sudah aku jadiin pacarku. Wong cantik begini."

"Dasar ABG." gerutu Risa dalam hati.

"Kalo bukan karena pacar, trus nangis kenapa?" lanjut anak lelaki tersebut.

"Iiihhh... mau tau aja ni bocah," runtuk Risa dalam hati, tapi tetap dijawab oleh Risa,"Nangisi adikku"

"Loh mang adiknya kenapa, Mba?"

"Terpisah disini."

"Maksud, Mba?" tanya anak lelaki tersebut penasaran. Risa menceritakan kembali peristiwa 13 tahun silam, tentunya dengan airmata bercucuran.

"Wah kita senasib dong, Mba."

"Maksudmu?"


"Seminggu yang lalu saya baru tahu kalau saya bukan anak kandung Ummi. Ummi bilang saya ditemukan di bis saat saya berusia 3 tahun. Ummi tak tega melihat saya menangis sendirian. Kebetulan juga Ummi tidak punya anak. Lalu saya dibawa pulang." Cerita anak tersebut dengan lugunya. Jantung Risa berdegub dengan cepat mendengar penuturan anak tersebut.

"Ummi-mu cerita kamu ditemukan di bis jurusan mana?" tanya Risa penasaran.

"Kata Ummi dijurusan Pulogadung Depok. Makanya mulai saat itu, setiap pulang sekolah selalu saya sempatkan nongkrong disini... yaaahhh mungkin saja ada mu'jizat dari Allah saya dipertemukan dengan mba saya," ujarnya lagi.

"Mba? kamu punya, Mba?" degub jantung Risa makin tidak karuan.

"Kata Ummi saat aku nangis yang aku teriakan nama Mba saya."

"Siapa nama Mbamu?" Risa makin gelisah menanti jawabannya.

"Hmmm.... siapa ya? hhh... kata Ummi.... adduuuhhh aku lupa.. pokoknya ada huruf R-nya"

"Risa?" mata anak tersebut berbinar saat Risa menebak nama kakaknya. "Naaahhh bener banget, Mba. Risa namanya. Kok, Mba bisa tepat sih nebaknya? Mba dukun ya?" tanya anak tersebut masih dengan cengar-cengirnya.

"Kalau boleh tahu, Apakah namamu Aldi?" bibir Risa gemetar saat bertanya hal tersebut.

"Iya. Kok tau lagi sih, Mba? Beneran dukun ya?" Aldi masih menanggapinya dengan tawa kecilnya. Namun tawa dibibirnya perlahan menghilang, saat ia menyadari sesuatu... "Mba Risa?" tanyanya pelan. Risa menganggukan kepalanya. Airmatanya tak mampu lagi dibendung, ingin rasanya ia memeluk adiknya itu. Tapi Aldi justru mengelak, "Jangan becanda deh, Mba. Buktinya apa?"

Risa buru-buru mengambil sobekan foto yang ada dalam dompetnya. "Ini," ujaranya seraya menunjukkan foto tersebut kepada Aldi. Tangan Aldi gemetar mengambil foto yang disodorkan oleh Risa. Ia pun mengambil sobekan foto yang ia miliki, lalu dicocokan dengan sobekan foto yang diberikan oleh Risa.

Bibir Aldi gemetar. Airmatanya pun ikut turun membelah pipi. Ia seolah tak yakin dengan apa yang dialaminya hari ini. Namun anggukan kepala Risa membuatnya segera memeluk Mba tercinta yang selama ini terpisah. "Ya Allah.. ternyata mu'jizat itu memang ada."

"Adikku... Aldi... Maafkan, Mba ya! Saat itu Mba ingin sekali membelikan permen untukmu," ucap Risa dalam tangisnya..

"Nggak ada yang perlu dimaafkan, Mba. Bersyukur Allah sudah mempertemukan kita."

"LARRIIII.... ADA TAWURAAANNN..." tiba-tiba terdengar teriakan salah seorang pedagang kaki lima. Aldi pun tak tinggal diam. Ia menarik lengan Risa untuk segera berlari mengikuti pedagang kaki lima tersebut. Namun baru saja ia berlari, langkahnya dihadang oleh sekelompok anak berseragam SMA.

"Eh, mau coba kabur lo ye? Lo anak cepe dua ye?" tanya salah satu diantara anak SMA tersebut sambil mencengkram kerah baju Aldi.

"Bukan.. gue anak Depok," jawab Aldi.

"Aaarrgghhh mo ngelak lo. Ngapain anak Depok sore-sore begini bisa nyasar kemari?" ...BUUUGGG...

Sebuah bogem mentah mendarat di perut Aldi. Lalu dilanjutkan tonjokan bertubi-tubi dari yang lainnya.

"Sudaaahhh.... Cukuuppp...." Risa yang tadi sempat terdorong oleh si pengeroyok, berteriak dan berlari ketengah keroyokan tersebut. Ia berusaha melindungi adiknya.

Aldi panik melihat kakaknya berada ditengah kerumunan orang yang mengeroyoknya. Namun ia lebih panik lagi saat salah satu pengeroyok tersebut mengambil sebilah samurai dan...... JLEEEBBB...

"ALDIIIIIIIIIIIII"

Post a Comment

Aduuuh ma kasih yaaa komentarnya. Tapi mohon maaf, buat yang profilnya "unknown" langsung saya hapus. Semoga silaturahmi kita selalu terjaga walau lewat dumay. Selamat membaca tulisan yang lainnya ^_^