Menengahi teori psikologi yang terkadang membuat kita panik.

Monday, February 8, 2010



Bismillahirrahmanirrahiim...

Assalamu'alaikum wr. wb.

Membaca judul tulisanku, aku bak seorang pakar psikologi yang hendak menuliskan suatu penelitian… hehehe… tidak kok, aku hanya berusaha sharing dari apa yang aku alami selama ini, sama halnya dengan tulisan-tulisanku sebelumnya.

Aku mecoba mengangkat judul tersebut, karena aku seringkali melihat kepanikan orang-orang, termasuk juga aku, saat salah seorang pakar psikologi memaparkan ilmu mereka. Aku mencoba mengambil 3 contoh dari beberapa teori psikologi yang pernah aku dengar dan membuat panik orang yang mendengarnya.

1. Salah seorang temanku yang sedang kuliah S2 jurusan psikologi universitas ternama mengatakan,
”Menurut penelitian, jika anak di usia 1-3 dibiasakan dengan menonton TV, maka salah satu kecerdasan mereka akan hilang. Kelak efeknya anak akan tidak konsentrasi terhadap pelajarannya atau ada tingkah aneh yang mengganggu belajarnya”.

Aku yang mendengar teori itu langsung panik,”waduh anakku sering nonton VCD-VCD islami anak-anak dan TV cable chanel anak-anak, karena aku memang melarang ia nonton acara TV biasa, bagaimana nih?” dan temanku mengkategorikan hal tersebut sama dengan kategori ”menonton TV”. Sedangkan usia anakku sudah 3 tahun saat aku mengetahui hal tersebut.

2. Konsultan pendidikan di sekolah kami yang sedang kuliah S3 bidang pendidikan mengatakan,
Menurut penelitian, anak-anak yang dalam sekolahnya belajar dengan bangku yang monoton menghadap ke guru (seperti posisi bangku saat jaman aku sekolah dulu) maka kecerdasannya terkekang dan memungkinkan kelak dewasa ia akan melampiaskannya dengan sikap buruk salah satunya adalah tawuran”

Temanku yang anaknya disekolahkan di sekolah negeri (yang masih banyak menggunakan formasi tempat duduk anak seperti aku tulis diatas) tidak terima dengan teori tersebut. Sedangkan jika dipindahkan disekolah swasta (yang uang sekolahnya 3 kali lipat uang bayaran kuliah universitas swasta era 90-an) ia tidak sanggup.

3. Tetanggaku saat arisan mengundang temannya yang lulusan S1 jurusan psikologi ternama untuk sharing tentang kecerdasan anak. Beliau mengatakan,
”Jika ada orangtua yang menyekolahkan anaknya ke SD (Sekolah Dasar) di usia 5,5 tahun adalah suatu penganiayaan mental terhadap anak tersebut. Karena pada usia tersebut kematangan emosional sang anak belum sempurna. Kelak membuat anak menjadi tertekan dan stress”

Salah seorang tetanggaku yang anaknya masuk SD di usia 5,5 tahun langsung bingung, karena anaknya kini sudah kelas 4 SD. Ia bertanya,”Bagaimana dengan yang sudah terlanjur?”

Bagaimana bagi yang sudah terlanjur?
Pertanyaan itu selalu terlontar disaat kita terlambat menerima informasi tentang teori psikologi yang dipaparkan oleh para pakarnya. Aku mengatakan mereka pakar karena mempelajari ilmunya dan lebih paham akan hal tersebut dibanding kita. Sementara untuk kasus 1 dan 3, kita tidak mungkin mengembalikan waktu.

Namun ada satu kejanggalan dari ketiga kasus yang aku tulis tersebut. Saat mereka ditanya,”Lalu bagaimana solusinya bagi kami yang sudah terlanjur?”, mereka tidak memberikan solusinya. Jawaban dari pertanyaan solusi dibuat ngambang, secara tidak langsung mereka seolah mengatakan bahwa mereka tak tahu jawabannya.

Aku jadi teringat ucapan salah satu temanku yang juga lulusan psikologi di universitas ternama, beliau berkata”Banyak teori-teori psikologi yang saya pelajari bertentangan dengan hadist rasulullah SAW”

Nah loh? Jadi bagaimana ini?

Dear temans, solusinya adalah BERPIKIR BIJAK.
Apa yang para pakar psikologi paparkan adalah ilmu yang mereka pelajari selama kuliah. Dan tentunya semua ilmu itu adalah baik selama kita menyikapinya dengan baik pula. Dan kita bisa menjadikan ilmu tersebut sebagai rambu agar kelak kita mampu mendidik diri kita juga generasi selanjutnya dengan baik.

Sedangkan bagi kita yang sudah “terlanjur”, kita nggak perlu panik ataupun kecewa, kita kembalikan semua kepada Allah.
Ilmu yang mereka paparkan hanyalah kesimpulan yang diambil dari hasil pemikiran manusia. Sedangkan kuasa Allah mampu merubah segalanya
bahkan hal yang dalam pikiran manusia tidak mungkin sanggup Allah rubah. Dan Allah telah menciptakan beragam sifat manusia di dunia. Keragaman sifat manusia tersebut tidak bisa disamaratakan menjadi satu kesimpulan penelitian, seperti yang dilakukan oleh para pakar psikologi. Tapi keragaman sifat tersebut diciptakan semata-mata agar kita bertaqwa dengan mengambil berbagai hikmah yang tersebar didalamnya.

Jika kita mengharapkan “yang terlanjur” menjadi yang lebih baik, hanya doa ikhlas dan usaha memperbaiki yang sanggup merubahnya. So, selama nafas masih terhembus dari raga kita, kita masih punya kesempatan menjadi yang terbaik. Allah maha mengetahui segalanya.

Semoga Allah selalu bersama orang-orang yang berusaha menjadi lebih baik.



Post a Comment

Aduuuh ma kasih yaaa komentarnya. Tapi mohon maaf, buat yang profilnya unknown langsung saya hapus. Semoga silaturahmi kita selalu terjaga walau lewat dumay. Selamat membaca tulisan yang lainnya ^_^