Tulisan Dunia Akhirat

Monday, October 14, 2013

www.adeufi.com



Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu’alaikum wr.wb.

Baca judulnya seperti judul lagu dangdut ya? ^_^ Abaikan!

Di pagi yang cerah ini dan matahari pagi yang masih malu-malu menampakkan wajahnya, saya akan bercerita tentang pertemuan saya dengan seorang teman lama.
Setiap weekend saya beserta anak dan suami punya suatu kebiasaan rutin. Kami biasa berwisata kuliner. Dan kemarin, di hari Minggu, tujuan wiskul kami adalah ke jalan baru Juanda Depok. Tempat pasar kaget biasa digelar setiap minggunya. Selesai hunting makanan biasanya kami kembali pulang. Namun pagi itu kami iseng hendak jalan-jalan lagi. Maka keluarlah keputusan untuk berkunjung ke rumah teman saya (kebetulan teman suami juga, saat kami masih sama-sama kerja di Indosat). Kami sudah 10 tahun tidak bertemu. Jadi, mumpung dekat dari area wiskul kami, ya sekalian saja kami mampir.

Saat tiba dirumah teman kami disambut oleh teman saya tersebut beserta suaminya. Kami pun berbincang-bincang seru seraya menikmati suguhan kopi hitam asli Euthopia dari tuan rumah. Perbincangan dimulai dari hobi hingga profesi suaminya. Suami teman saya tersebut adalah seorang wartawan di salah satu majalah kesehatan pria. Yang membuat saya tertarik adalah disaat suami teman saya bercerita tentang idealisme beliau sebagai seorang wartawan. Beliau mengatakan bahwa menjadi seorang wartawan itu godaannya banyak. Salah satu godaan yang beliau ceritakan adalah disaat beliau diminta oleh salah seorang staf pemerintah untuk membuat rubrik yang tidak sesuai dengan faktanya. Bahkan sebelum menulis beliau disodorkan uang puluhan juta untuk sebuah artikel yang diminta tersebut. Suami teman saya menolak hal itu. Beliau berkata,“Apapun yang saya tulis akan diminta pertanggungjawabannya. Bukan hanya di dunia, tapi di akhirat.”


Kutipan tersebut langsung menyedot perhatian saya. Saya sependapat dengan apa yang beliau katakan. Agama mana pun akan mengajarkan hal yang sama bahwa perbuatan sekecil apapun akan dimintai pertanggungjawabnya di depan Tuhan. Begitupun dengan menulis.



Tulisan bagi saya sama halnya dengan ucapan. Ia bisa mengungkapkan kejujuran dan bisa juga berbohong. Ucapan seseorang menunjukkan intelejensi dan karakter orang tersebut. Begitupun dengan tulisan. Tulisan juga menunjukkan karakter seseorang. Karena tulisan tertuang dari hati, diproses oleh otak dan dijalankan melalui tangan. Ilmu psikologi banyak mempelajari karakter seseorang melalui ucapan dan bahasa tubuh. Namun sekarang melalui tulisan pun seorang bisa membaca kepribadian si penulis. Ilmu yang mempelajari hal tersebut disebut Graphology.

Saya terkadang suka miris membaca tulisan beberapa teman yang mengundang orang banyak untuk ikut memusuhi seseorang. Atau membaca sebuah buku, baik non fiksi atau fiksi, seolah menghalalkan hal-hal yang jelas-jelas dilarang agama si penulis. Menjadikan suatu hal tabu sebagai hal lumrah dan dimaklumi. Mengungkapkan aib seseorang. Atau bahkan merubah fakta, seperti contoh kasus suami teman saya tersebut.

Hal-hal seperti itu membuat pertanyaan seolah berlomba-lomba keluar dari dalam benak saya. Apakah penulis itu sadar apa yang telah dia tulis? Apakah penulis itu tahu resiko yang kelak akan terjadi dari tulisannya? Baik resiko di dunia ataupun di akhirat?  Apakah… apakah… dan apakah lainnya…. Pertanyaan-pertanyaan yang terkadang membuat saya bergidik saat mengingatnya.

Wah Mbak, tulisan kita nggak akan berkembang dong kalau dibatasi? Atau… Wah kapan selesainya kalau belum-belum dah dibatasi hal-hal berbau agama seperti itu? Hal itu kan membuat kita jiper duluan untuk memulai menulis.

Loh? kok bisa?

Setiap kali saya menulis, saya selalu menegaskan, ini menurut pendapat saya ya… ^_^ Menurut saya, disaat kita menulis, ya silakan menulis sebebas-bebasnya. Tapi sebelum tulisan itu terposting atau siap cetak, jadikan ilmu etika, ilmu agama, ilmu eyd dan ilmu tehnik menulis sebagai filter tulisan kita. Kebanyakan dari kita hanya memperhatikan eyd dan tehnik menulis dari tulisan kita. Etika dan agama dianggap suatu hal yang tidak penting. Padahal yang dianggap tidak penting itu efeknya sangat dasyat bagi kita kelak.

Jadi, tidak ada salahnya mulai dari sekarang, saat kita mengedit tulisan kita sendiri gunakan ke-4 hal yang saya sebut diatas sebagai filter. Sehingga apa yang kita tulis bisa kita pertanggungjawabkan dengan sempurna, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Come on, jangan jadikan hal-hal baik sebagai penghambat kita, tapi jadikan hal-hal baik untuk mengembangkan tulisan kita. So, keep on writing!

Semoga tulisan senin pagi ini bisa bermanfaat bagi yang membacanya. ^_^

Post a Comment

Aduuuh ma kasih yaaa komentarnya. Tapi mohon maaf, buat yang profilnya unknown langsung saya hapus. Semoga silaturahmi kita selalu terjaga walau lewat dumay. Selamat membaca tulisan yang lainnya ^_^