Satu Permintaan

Wednesday, June 23, 2010

http://www.adeufi.com/2010/06/satu-permintaan.html


Syaiful turun dari mobilnya dan memandang sebuah rumah dihadapannya. Rumah sederhana berhunikan anak-anak yang menunggu uluran tangan para dermawan. Ia memandang tulisan besar di tembok rumah tersebut "PANTI ASUHAN NURUL JANNAH"

Syaiful bukan satu-satunya orang yang hadir di rumah itu. Banyak mobil-mobil mewah terparkir disana dengan membawa berbagai bingkisan untuk anak-anak panti tersebut. Mungkin sudah menjadi tradisi bagi penghuni panti mendapatkan berbagai santunan di bulan Ramadhan. Orang berlomba-lomba untuk membagikan rejeki dan kebahagian kepada mereka. Ada yang bawa beras, susu, sepatu, baju lebaran bahkan sampai segala makanan untuk berbuka selalu ada setiap hari.

"Hmm... apa yang harus aku berikan ke mereka ya? Rasanya semua sudah mereka dapatkan.. Tapi aku harus memberikan sesuatu..." sambil bergumam Syaiful memperhatikan satu persatu bentuk bantuan yang diberikan oleh orang-orang dermawan tersebut. Seketika terlintas di otaknya untuk memberikan peralatan sekolah bagi mereka,"Pastinya barang tersebut akan bermanfaat untuk mereka".

Syaiful pun meminta daftar anak yang berada di panti asuhan tersebut. Ia pun mendata kebutuhan peralatan sekolah bagi mereka. Tanpa mengulur waktu ia segera membelanjakan uangnya membeli kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Keesokkan harinya, dengan hati penuh keikhlasan ia membagikan satu persatu peralatan sekolah yang sudah ia beli. Tampak binar mata bahagia diwajah anak-anak yatim itu saat menerima pemberian dari Syaiful. Senyum di wajah Syaiful pun mengembang lebar, ia merasakan kebahagiaan tersebut. Rasanya tidak ada hal terindah dalam hidupnya selain melihat kebahagian terpancar di wajah-wajah lugu anak-anak penghuni panti.

Namun tiba-tiba senyum Syaiful terhenti mengembang. Keningnya sedikit berkerut saat melihat tatapan mata yang berbeda dari seorang gadis mungil dan cantik. Gadis kecil itu berdiri disampingnya. Matanya menatap Syaiful seolah hendak mengatakan sesuatu. Awalnya Syaiful tak berani menegurnya, "Mungkin hanya tatapan biasa", pikir Syaiful. Namun ada sesuatu yang mengetuk pintu hatinya untuk membelai rambutnya.


"Siapa namamu, Nak?" sapa Syaiful dengan lembut. Ia berusaha membuka percakapan kepada gadis kecil tersebut agar apa yang ingin dilontarkan melalui tatapan matanya, dapat ia katakan.

"Nina, Om." jawab gadis tersebut masih dengan tatapan yang sama.

"Nina sudah dapat bingkisan dari Om?"

"Sudah"

"Senang?"

"Senang, Om" jawab Nina lagi. Tapi Syaiful masih melihat keraguan dalam mata bening gadis kecil itu. Seolah masih ada yang tersembunyi dihati Nina.

"Masih ada yang kurang, Nak? Katakan pada Om.. Insya Allah nanti Om belikan," pancing Syaiful. Nina tetap membungkam. Ada keraguan diwajahnya. Kepalanya perlahan digelengkan sambil menunduk malu.

"Katakanlah, Nak! Jangan ragu! Saat ini Om sedang berlimpah rejeki, Insya Allah Om akan berikan apapun yang kamu inginkan," pancing Syaiful sekali lagi.

"Apa pun, Om?"

"Apa pun, Nak." ujar Syaiful dengan semangat.

"Hmm..." Nina kembali terlihat ragu. Ia pun kembali terdiam.

"Baiklah, jika kamu masih ragu tak apa. Nanti kalau kamu memang membutuhkan sesuatu bilang saja pada Om ya!" ujar Syaiful seraya membelai lembut rambut Nina. Syaiful pun berdiri. Ia tidak mau memaksa Nina untuk bicara hanya karena rasa keingintahuannya yang dalam.

Namun baru saja ia berbalik badan untuk melanjutkan perjalanannya, ia merasa baju belakangnya ditarik seseorang. Syaiful melihat kebelakang. Ia melihat orang yang menarik bajunya adalah Nina.

"Om..." panggil Nina masih ragu-ragu, "Om mau jadi Papa Nina?" lanjut Nina dengan lugunya. Syaiful hanya terdiam. Ia tak sanggup lagi mengeluarkan kata-kata mendengar pertanyaan Nina.

"Nina ingin seperti teman-teman Nina. Setiap ambil rapot pasti Papanya yang datang. Nina kan juga ingin menunjukkan rangking 1 Nina ke Papa Nina. Nina ingin punya Papa, Om. Tapi kata Bapak Panti, Papa Nina sudah pergi jauh". Hati Syaiful terenyuh mendengar ucapan Nina. Tak terasa airmatanya menggenang di pelupuk mata. Ia langsung berlutut dan memeluk Nina dengan penuh kasih sayang.

"Tentu saja Om mau, Nak jadi papa kamu... Om mau sekali... Mulai sekarang kamu boleh panggil Om 'Papa'." ujar Syaiful tanpa dapat membendung lagi airmatanya. Mata Nina langsung berbinar. Ia pun mempererat pelukannya kepada Syaiful sambil berkata,"Terima Kasih, Papa".

Based on the true story of Sjaiful H.N from Kubik Leadership



Post a Comment

Aduuuh ma kasih yaaa komentarnya. Tapi mohon maaf, buat yang profilnya "unknown" langsung saya hapus. Semoga silaturahmi kita selalu terjaga walau lewat dumay. Selamat membaca tulisan yang lainnya ^_^